Senin, 20 April 2015

Stand Up Comedy 'Tokoh'

Harus saya akui, Rio Nisafa adalah seorang pemberani. Ada dua hal yang membuat saya mengakui Rio Nisafa sebagai seorang pemberani. Pertama, penulis ini sungguh bernyali memerankan dirinya sebagai seorang “comic” atawa “stand up comedian” yang rekaman-rekaman penampilannya ia siarkan melalui Youtube Bayangkan! Hanya untuk tampil di hadapan banyak orang untuk mengumumkan bahwa sebentar lagi acara akan segera dimulai pun bukanlah perkara gampang, apalagi tampil di depan banyak orang dengan tujuan membuat mereka tertawa. Berhasil membuat orang-orang mendengarkan Anda saja sudah syukur banget. Coba bayangkan lagi, gimana seandainya setelah Anda menceritakan sebuah anekdot dengan penuh semangat, eh, ternyata orang-orang tidak tertawa, malah batuk-batuk misalnya? *** Kedua, komika ini kemudian menerbitkan sebuah buku berisi naskah-naskah “stand up comedy”. Persoalannya, berani-beraninya Rio menampilkan fotonya di kulit muka buku yang berjudul “Tertawalah Bersamaku” ini. Sebentar. Kok komentar-komentar saya di atas rada “slapstick” ya? Padahal lawakan yang dibawakan oleh Rio Nisafa berkebalikan dengan jenis humor yang mengolok-olok fisik, bahkan justru dicitrakan sebagai humor cerdas. Baiklah, saya coba rada serius nih :-) Pada catatan ini saya hanya mengupas kulit muka buku terbaru Rio yang berjudul “Tertawalah Bersamaku” dengan cara membandingnya dengan beberapa gambar sampul buku humor atau komedi. Mayoritas buku humor menampilkan karikatur sebagai gambar sampul, mulai dari buku-buku humor ala mati ketawa, humor dalam kehidupan sehari-hari hingga humor yang menertawakan hal-hal yang terkesan serius seperti politis dan sesuatu yang hal-hal yang sakral. Hal inilah yang membuat saya berdecak heran ketika melihat kulit muka buku “Tertawalah Bersamaku”. Namun, saya jadi maklum bila mengingat Rio memang tidak sedang “menjual” humor yang baginya bukan kodian, yakni naskah “stand up comedy”. Maka tentulah bukan sekadar kumpulan lelucon pengocok perut yang ia tawarkan, namun juga sosok dirinya sebagai seorang “comic”. Kita bisa lihat beberapa gambar sampul buku humor yang menonjolkan sosok orang-orang seperti Kelik Pelipur Lara dan Gus Dur. Penerbit-penerbit buku di atas tentu tak meragukan lagi popularitas keduanya untuk menarik minat calon pembeli buku produk mereka. Tetapi bagaimana bila dibandingkan dengan Raditya Dika yang sudah sejak buku pertamanya sudah menampilkan foto karikatur dirinya? Ketimbang Raditya Dika, Rio Nisafa jauuuh lebih berani. Buku-buku Raditya Dika diterbitkan oleh Gagas Media yang merupakan bagian dari Kelompok Agromedia. Sebagaimana Kelompok Kompas Gramedia, Kelompok Agromedia juga bersifat menggurita, karena kelompok ini terdiri dari belasan lini penerbitan, yang selain selain Gagas Media sendiri. Kelompok ini juga punya lima "tentakel" untuk menjangkau para pembaca produk mereka. Sedangkan Rio Nisafa menempuh jalur "self publishing", kemudian ia promosikan melalui situs Nulis Buku.com, dan tentu saja lewat akun facebook pribadinya serta halaman Karya Muh Rio Nisafa. Ia menjual bukunya berdasarkan pesanan atau "print on demand". Melihat kenyataan demikian, saya memaknai Rio Nisafa sesungguhnya mengajak saya menertawakan kenyataan. Seolah tanpa beban, Rio hadir di tengah medan persaingan yang timpang tersebut. Walau mungkin Rio tidaklah menganggap situasi yang ia hadapi sebagai arena kompetisi. Sehingga Rio tetap saja tertawa di kulit muka buku terbarunya, meski ia (mustinya) tahu jalan yang ia tempuh tidaklah semulus jalur tol Raditya Dika atau Kelik Pelipur Lara. Pada catatan ini saya hanya mengupas kulit muka buku Rio Nisafa, belum membedah isinya. Oleh karena itu, jangan segera percaya uraian saya di atas, hehehe, karena kita tak boleh segera menilai isi buku hanya berdasarkan gambar sampulnya, bukan? :D disadur dengan perubahan seperlunya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar